Jumat, 21 November 2014

Jenuh



Sulit rasanya untuk membuat segala pembelaan tuk meyakinkan diri sendiri bahwa hidup ini tak melulu dengan airmata, pasti bahagia itu ada. Sulit sekali meyakinkan diri di antara masalah masalah yang melilit tiada celah. Kadang ada masanya dalam hidup ini, rasanya sudah berada di titik terjenuh, saat apa yang dilakukan tak pernah benar dimata yang lain, saat diri ini saja tidak tau siapa yang harusnya di percaya, mana yang benar benar baik dan mana yang hanya pura pura baik. Dulu saat pertama kali masalah ini tak semelilit sekarang yang di butuhkan hanya tempat bercerita. Sejauh yang dilewati bercerita pun rasanya percuma, masalah tak kan berkurang yang di dapat hanya 'sabar ya' bahkan yang ada masalah seperti ini saja bisa dijadikan bahan candaan. Mungkin memang lucu bagi yang tak merasakan sakitnya di posisi ini. Semua membuatku sadar tiada yang bisa di percaya, tiada tempat bercerita paling aman selain-Nya. Semakin sulit keadaan ini, semakin beban ini ingin meledak. Kadang ada satu waktu aku tak butuh tempat untuk cerita, pendengar yang setia dengan semua masalah ini, tapi aku hanya butuh tempat bersandar ketika bulir itu tak lagi tahan di bendung. Yang mereka tau semuanya baik baik saja. Di balik seribu alasan untuk menyerah dengan keadaan selalu ada alasan untuk bertahan. Diri ini memang tidak tau akan bagaimana akhir dari semua ini, tapi yang kuketahui tidak ada sesuatu yang siasia, mungkin dengan semua yang terjadi membuatku lebih dekat denganNya.

"Percaya saja, Tuhan menggenggam semua doa. Lalu dilepaskanNya satu persatu di saat yang paling tepat"

Kamis, 13 November 2014

Bahagiaku tak hanya K.A.U



Bersama secangkir teh hangat, aku tulis ini untukmu. Anggap saja ini tulisan terakhir untukmu yang sering ku sebut Tuan Venus.  Jika biasanya aku selalu menulis hal-hal tentangmu. kali ini aku tak kan lagi berkata aku mencintaimu atau kau itu berarti bagiku (bukan berpura-pura) memang sudah tidak dan tak akan lagi mencintaimu.
Itulah hasil dari semua usahaku selama kau tinggalkan. Terima kasih atas ketidak tanggungjawaban atas adanya perasaan itu. Aku tlah melewati banyak hal, seperti membunuh mentah-mentah rindu yang menumpuk. Berusaha sendirian menata kembali hidupku (Pasti kau tak tau rasanya melepaskan ketika kau baru saja di buat jatuh hati). Mengumpulkan nyali untuk menghapus bersih apapun yang bisa membuatku teringat denganmu, berusaha fokus dengan siapa saja yang bersamaku, berusha tak mau lagi percaya dengan pria-pria di luar sana yang hanya akan menaruh luka seperti ini. Tapi aku berhasil lalui semua itu, hingga aku berada di titik dimana aku lebih bahagia dengan yang kumiliki dan punya hidup lebih baik.
Dan jika pada akhirnya dia yang kau kejar bukanlah seperti apa yang kau inginkan, tak usah kembali kemari dengan harapan aku masih mencintaimu. Kau tak pernah berhak datang dan pergi sesukamu. Aku berusaha berjalan kembali tak sebentar, lalu kau mau menghancurkan bahagiaku yang sekarang? Jangan bercanda. Nanti jangan datang kembali untuk meminta kesempatan, atau mengatakan kalau kau baru sadar bahwa aku berarti. Kau hanya faktor kecil diantara bahagiaku.

Pergi saja dan jangan kembali lagi..
Atau kita bisa berbincang lagi saat waktunya nanti ku perkenalkan lelakiku, lelaki yang lebih menghargaiku dan pantas ada disampingku.

Tapi aku merindukanmu....




Hujan di luar. aku mengingatmu dan masih belum mengerti kenapa hal seperti ini saja bisa membuatku berdebar. Andai saja ada kata selain rindu yang bisa mendiskripsikan perasaan ini.
Kalau saja gengsiku tak lebih egois mungkin rindu ini tak semenumpuk sekarang. Tapi kalau pun nyaliku sudah cukup untuk mengakuinya rindu ini memang harus ku simpan sendiri, bukan karena rindu ini tak bertuan tapi rindu ini (mungkin) salah bertuan, menurut mu, apa gadis seperti aku boleh merindukan lelaki itu? harusnya boleh jika saja aku yang berada di genggamannya bukan wanita itu. Sedangkan kenyataannya wanita itu yang memilikinya. Aku? Aku tetap menjadi sahabatnya, mungkin juga teman nya saja. Kenyataanya wanita itu boleh membicarakan hal hal romantis dengan nya. Aku? Aku tetap menjadi yang setia membicarakan hal hal konyol bersamanya dan dia tak pernah tau aku mencintainya. Kadang aku tak sadar diam diam menatapnya hingga dia menangkap basah tingkahku itu. Mungkin saja saat itu aku terlalu lama menatapnya tapi ku rasa itu karena aku terlalu melamunkannya tak tau arah. Kadang di sela sela mengobrol aku seperti bergumam dalam hati 'i do love you' that moment that makes me think 'i do love you so damn much'. Entahlah seberapa panjang apapun aku menulis ini untukmu, tetap saja rindu ini tak mau pergi, mungkin dia baru mau pergi jika tuan nya  sudah tau sahabatnya ini merindukannya-----

Rabu, 12 November 2014

Ketika kau mengacaukan akalku


Aku pernah menjadi yang paling bahagia bisa melalui tiap detik di sampingmu
Aku pernah menahan kantuk demi membicarakan hal yang tak tau arah bersama denting jam larut malam, Aku selalu menjadi yang paling berusaha melakukan semua hal demi menahanmu tetap nyaman bersamaku. Apa kau ingat?

Love is blind..
Menyayangimu menjadikanku kehilangan akal sehat.
Aku bahkan masih saja setia tak peduli kenyataan yang ada.
Tapi lihat apa yang kau lakukan, kau lupa kau pernah berjanji tak akan pernah berpaling.
Apa kau ingat, aku pernah menertawakanmu ketika kau bilang "Aku takut kehilanganmu"
Dan tawaku semaki  keras saat kau bilang akulah cinta terakhirmu, konyol.
Kau ingatkan kau marah besar saat aku menertawakan itu?
Dan pada akhirnya itu memang lelucon basi yang kau khianati
Jadi, kau sudah terimakan kenapa dulu aku tertawa pada kebohongan yang (mungkin) kau anggap romantis itu?
Aku sudah sangat hafal tipu daya pria seperti kau
Dari awal aku memang paham kau pria seperi apa, aku bahkan sudah menelusuri kisah wanita-wanita sebelumku yang kau tinggalkan, tapi aku tetap saja ingin memilikimu, mungkin aku di butakan oleh cinta karena otakku di kacaukan olehmu
Kau bukan salah satu pria setia  yang semesta punya, tapi kau salah satu pria yang tak segan meninggalkan wanitanya demi wanita yang lain. kau (mungkin) menganggap wanita itu hanya sebuah pilihan, kau pria yang mengabaikan perasaan wanita saat kau lukai, kau pria yang pantas mendapatkan karma paling master piece.
Maaf jika aku keji, tapi aku menulis ini dengan emosi diantara sesal-sesalku yang pernah paling mempercayaimu.

Aku mau kau merasakan, bagaimana jadi yang selalu ada ketika kekasihmu butuh, tapi kekasihmu tak pernah ada ketika kauu  butuh.
Aku mau kau tau rasanya, jadi yang selalu memendam amarahnya sendiri meskipun sebabnya bukan kau sendiri.

Ah sudahlah, tak ada gunanya.
Tuhan punya caranya sendiri yang tak pernah terduga
Seperti saat move-onmuu bahkan lebih cepat dari kecepatan cahaya
Kau secepat kilat sudah di genggaman wanita lain
Seperti akhirnya wanita barumu itu meninggalkanmu begitu saja saat kau sedang cinta-cintanya
(Maaf aku tertawa sinis saat menulis bagian ini)
Seperti kau yang bahkan terlihat paling mencintainya padahal wanitamu hanya menjadikanmu pelampiasannya dari pria lain.
Kau sudah memperlakukannya sebagai satu-satunya
Kau dengan licik sengaja ingin menaruh perasaan 'iri' untukku.
Kalau boleh jujur, aku sama sekali tak iri, aku malah jijik dengan kekanak-kanakanmu itu.

Dalam segala emosiku ini, ku doakan semoga masih ada wanita yang lebih sabar dariku yang dengan tulus menuruti pria se-egois kau.

Kamis, 06 November 2014

Percayalah aku tak berpura pura lagi.


Ternyata kau masih sama..
Kau masih sama seperti kau yang dulu mencintai ku dengan sedalam dan setulus itu.
Kemarin aku merindukanmu.
Aku sengaja menikmati cappucino di coffeshop kita dulu.
Dan aku menemukanmu disana
Apa mungkin kau juga sedang merasakan yang sama?

"Hey mbak apa kabar? ngapain sendirian disini?" aku tak segan duduk di kursi kosong tepat di hadapanmu.
"Eh om, lagi kangen aja sama tempat ini"

Panggilan khas yang tak bisa kulupakan dari 'kita' ketika di genggaman yang sama.
Aku tak ingat persis apa asal mula panggilan mba buat mu dan om buat ku itu.
Mungkin kau yang tau kenapa.
Karena aku paham kau lah yang hafal semua detail cerita singkat kita kala itu.
Karena seperti yang ku katakan tadi, kau mencintaiku dengan tulus.
Dan aku menyakitimu dengan sadis.

Aku kira kau telah benar benar melupakanku bahkan membenciku
Wajar jika kau membenci wanita yang tak berperasaan ini.
Yang dengan kejam mempermainkan hati sosok sesetia dan setulus kau.
Bukan sekali, tapi berkali kali

Nyatanya kau masih sama.
Kau masih jadi yang paling khawatir aku akan marah besar jika kau salah sikap.
Masih jadi pendengar yang paling setia kapanpun aku ingin berkeluh kesah.
Masih jadi yang paling merasa bersalah pada hal hal kecil
Bahkan merasa bersalah hanya karena koneksi mu buruk saat hari ulang tahunku.
Kau masih jadi yang akan selalu marah besar jika aku tidur selalu larut.

Ketulusanmu itu tak bisa di ragukan lagi.
Ketika kau masih dan selalu saja ada untukku meskipun nyatanya dari awal aku selalu menyakiti pemilik hati yang tak salah itu.

Kali ini aku menyapamu lagi.
Bukan.. Bukan ingin datang untuk membuat perih ke sekian kali untukmu.
Bukan untuk melambungkan perasaanmu ke langit dan menghempaskannya kembali.

Mohon percaya dengan kata kata ku kali ini.
Aku ingin berucap maaf di antara sesal yang menumpuk ini.
Aku (baru) sadar se-kejam apa aku menyakiti tulusmu itu.
Aku tak sampai berlutut untuk meminta tulusmu itu kembali lagi.
Aku hanya ingin berucap maaf atas semua kesadisanku.
Mohon pegang katakataku ini
kali ini aku tak berpura-pura lagi
Kau maukan memaafkanku?
 

Yang pernah berpurapura mencintaimu

Maaf,mbak.
Aku menyapa kembali dengan rindu seperti ini, maaf...